SUARA CIANJUR | JAKARTA - Anggota III nonaktif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qosasi berharap, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidanana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bisa mempertimbangkan pengabdiannya untuk negara sebagai penebus kesalahan dalam perkara yang tengah menjeratnya menjadi terdakwa.
Hal ini disampaikan Achsanul dalam nota pembelaan atau pleidoi perkara dugaan korupsi terkait proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5.
Dikutip dari Kompas.com. Diketahui, Achsanul dituntut lima tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung lantaran dinilai terbukti menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (USD) atau setara Rp 40 miliar terkait perkara BTS 4G tersebut.
Di hadapan Majelis Hakim, ia membeberkan sejumlah kegiatan yang dinilai bermanfaat bagi negara guna dipertimbangkan sebagai untuk bentuk permohonan maaf atas tindakan yang pernah dilakukan.
"Saya mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk berkenan menerima pengakuan dan penyesalan saya ini. Saya mohon sekali Yang Mulia Majelis Hakim berkenan mempertimbangkan," kata Achsanul dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Achsanul mengungkapkan, dirinya saat ini tengah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Kemudian, ia juga masih mejabat sebagai Anggota Dewan Pengawas Ekonomi Syariah dan masuk dalam jajaran Dewan Pengurus Pusat (DPP) Muhammadiyah.
Tak hanya itu, Achsanul juga mengaku sedang mengelola pondok pesantren warisan orangtua di Sumenep, Madura, Jawa Timur.
"Saya memiliki tanggungan keluarga dan sekitar 450 pegawai terdiri karyawan dan ustadz yang harus saya monitor setiap waktu untuk mejamin keberlangsungan kegiatan mereka," kata Achsanul.
Dalam sidang ini, Achsanul menyebut dirinya juga menjabat sebagai Ketua Yayasan yang mengelola Universitas K.H. Bahaudin Mudhary di Sumenep, Madura. Di hadapan Majelis Hakim, Anggota III BPK ini pun mengaku sebagai orang yang memegang ilmu Grameen Bank.
Ia menjelaskan, ilmu ini diterapkan untuk koperasi yang dibina sejak tahun 1998 hingga saat ini. Achsanul mengeklaim, ilmu yang dimilikinya dapat memberikan bimbingan kepada pengusaha mikro.
Bahkan, pengusaha kecil bisa mendapatkan pembiayaan pinjaman sebesar Rp. 1.000.000 dari ilmu yang diterapkan. Organisasi kredit mikro yang dibinanya ini disebut sangat bermanfaat bagi 11.000 orang pedagang pasar tradisional di kawasan Jakarta Selatan dan Tangerang.
"Jika saya berstatus narapidana, sangat sulit bagi saya untuk terus menjalankan program yang telah saya jalankan selama 26 tahun atau hampir separuh dari hidup saya," kata Achsanul.
"Atas hal tersebut, saya diminta dan menjadi penasihat sejumlah koperasi di banyak tempat di Indonesia. Bahkan, saya mendapat anugerah sebagai Guru Besar oleh Universitas Airlangga terhadap Modul Penelitian 'Micro-Finance' dalam Bidang Pemberdayaan Masyarakat," ucapnya.
Terakhir, Achsanul juga menyinggung bahwa dirinya pernah menjadi Wakil Rakyat dari Madura untuk duduk di DPR-RI pada periode 2009 sampai dengan 2014.
Selama lima tahun, ia merasa telah mengabdi kepada Bangsa dan Negara sebagai Pimpinan Komisi XI DPR-RI yang membawahi Keuangan dan Perbankan.
"Saya terlibat langsung sebagai Ketua Panitia Kerja dan Panitia Khusus dalam pembentukan sembilan undang-undang," kata Achsanul
Dalam nota pembelaan ini, Achsanul mengakui dirinya khilaf telah menerima uang Rp 40 miliar dari proyek BTS 4G yang dikelola Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) itu.
Ia menegaskan bahwa penerimaan uang puluhan miliar yang diterima itu bukanlah kesengajaan untuk mengondisikan masalah dalam proyek BTS 4G sebagaimana yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum.
Anggota BPK nonaktif ini pun meminta majelis hakim mempertimbangkan kejujurannya untuk membuat putusan yang adil dalam perkara dugaan korupsi terkait proyek BTS 4G yang menjeratnya.
“Jika kekhilafan saya ini dianggap sebagai suatu kesalahan, maka saya mohon Yang Mulia Majelis Hakim untuk memaafkan dan saya siap menerima putusan yang seadil-adilnya dari Majelis Hakim,” kata Achsanul.
Berdasarkan surat dakwaan, Achsanul disebut menerima uang Rp 40 miliar dari Windi Purnama yang bersumber dari Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak.
Galumbang, kata Jaksa, memberikan uang untuk Achanul berdasarkan perintah dari Anang Achmad Latif.
“Dengan maksud supaya terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh Bakti Kominfo supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan Kerugian negara dalam pelaksaan Proyek BTS 4G 2021,” papar Jaksa dalam sidang pembacaan dakwaan, Kamis, 7 Maret 2024.
(Ark)